LPSK Bentuk Komunitas Sahabat Saksi dan Korban di Yogyakarta
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mulai memperkenalkan Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi daerah sasaran awal digelarnya kick-off program yang akan merekrut para relawan dalam sebuah komunitas bernama, Sahabat Saksi dan Korban.
Acara kick-off Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) digelar di Hotel Royal Ambarukmo, Kamis (2/6-2022), dihadiri Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu yang memperkenalkan program tersebut ke publik.
Sebagai bentuk dukungan Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas wilayah DIY, hadir anggota Komisi I DPR RI M Idham Samawi dan perwakilan pemerintah daerah yaitu Karo Hukum Setda DIY Adi Bayu Kristianto, serta Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta.
Sosialisasi Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dilaksanakan selama tiga hari, 2-4 Juni 2022, dengan target audience terpisah. Hari pertama peserta sosialisasi merupakan mitra kerja LPSK yang selama ini telah bekerja memberikan layanan bagi saksi dan korban.
Kemudian pada hari kedua, bertajuk galang solidaritas program perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas, peserta disasarkan lebih kepada organisasi/kelompok masyarakat sipil dan kalangan akademisi yang memiliki kepedulian untuk membantu para saksi dan korban kejahatan dalam mengakses keadilan.
Acara hari ketiga, dibalut sarasehan budaya, menyasar komunitas di wilayah Yogyakarta, pelaku seni, insan media dan para penyintas tangguh yang mampu bangkit dari keterpurukan setelah kejadian tidak mengenakkan yang pernah mereka alamai.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, upaya LPSK dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban di Indonesia mengalami dinamika serta tantangan yang beragam. Semakin dikenalnya LPSK oleh publik telah menuntut kesiapan LPSK untuk menjangkau permohonan perlindungan yang masuk dari Sabang hingga Merauke.
Selain itu, kata Hasto, kondisi rentang geografis Indonesia yang sangat luas serta terbatasnya sumber daya manusia yang saat ini LPSK miliki juga merupakan salah satu tantangan yang harus dicarikan solusinya.
“Salah satu ihktiar LPSK untuk menjawab dan mengatasi problematika yang muncul adalah dengan menginisiasi lahirnya sebuah program yang berlandaskan nafas kerja kolaboratif antar berbagai pihak,” ujar Hasto.
LPSK, lanjut dia, sangat menyadari bahwa kerja-kerja perlindungan saksi dan korban membutuhkan dukungan dari civil society. Konsepsi kerja kolabaratif inilah yang kemudian diwujudkan melalui Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas.
Anggota Komisi I DPR RI M Idham Samawi menuturkan, bangsa Indonesia dibangun lebih dari 700 suku dan budaya yang disatukan oleh Pancasila. Dan, menjadi tugas Presiden untuk melindungi bangsa Indonesia, salah satunya melalui LPSK. "Perlindungan yang dilakukan LPSK adalah melindungi yang dikhususkan kepada saksi dan korban," ucapnya.
Idham juga berharap agar penerapan restorative justice melalui partisipasi warga atau komunitas bisa dioptimalkan. Dia mencontohkan, jika satu rumah saja bisa saling lapor dan dihukum, bagaimana kalau antar suku saling lapor. "Hal itu akan menjadi ancaman bagi negara ini," ungkapnya.
Karo Hukum Setda DIY Adi Bayu Kristianto menyampaikan, secara kualitas masyarakat Yogyakarta memiliki potensi yang besar, selain mampu dan memiliki kapasitas dalam membantu dalam hal pelayanan psikologi maupun psikososial. Oleh karenanya, Bayu ingin LPSK perlu mendorong civil society dalam rangka pencegahan dan penanganan saksi dan korban tindak pidana di wilayah Yogya. "LPSK juga harus bersinergi dengan berbagai pihak agar kinerjanya bisa lebih baik," lanjutnya.
HUMAS LPSK